Rabu, 14 Januari 2015

WAKTU MINIMAL DAN MAKSIMAL KEHAMILAN


Hamil atau mengandung adalah salah satu kekhususan dan keistimewaan yang diberikan Allah azza wa jalla kepada hamba-Nya yang bernama wanita. Kehamilan adalah merupakan kelanjutan dari proses pembuahan sel telur. Kehamilan juga merupakan proses manusia sebagai makhluk hidup untuk berkembang biak demi menjaga kelestarian spesiesnya. Dengan kehamilan, membuka jalan untuk terciptanya generasi penerus manusia yang baru dimuka bumi ini.

Kata hamil memiliki beberapa sinonim kata, diantaranya adalah mengandung, bunting, bertian, berbadan dua, duduk perut dan berisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata hamil adalah mengandung janin di rahim karena sel telur telah dibuahi oleh spermatozoa.

Para ulama telah sepakat bahwa batas minimal masa hamil adalah 6 bulan. Diriwayatkan bahwa pada masa Khalifah Ustman bin Affan ra ada laki-laki yang menikahi seorang perempuan, kemudian setelah 6 bulan ia melahirkan, maka Utsman berkeinginan untuk merajamnya, lalu Ibnu Abbas ra mencegahnya seraya membaca firman Allah SWT:

( وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاَثُونَ شَهْرًا )

“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”. (Al-Ahqaf: 15)

Dan ayat
 ( وَالْوَالِدَاتُ يَرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْن )

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh". (Al-Baqarah: 233)

Pada ayat pertama Allah SWT menjelaskan bahwa masa mengandung dan menyusui adalah 30 bulan. Sedangkan pada ayat kedua, Allah menjelaskan bahwa batas masa menyusui yang sempurna adalah 2 tahun atau 24 bulan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa batas minimal masa hamil atau mengandung itu adalah 30 bulan - 24 bulan = 6 bulan.

Sedangkan batas maksimal kehamilan para ulama berbeda pendapat, Syeikh Muhammad Asy-Syinqity (w. 1393 H) dalam kitab tafsirnya Adhwaul Bayan Fi Idhahil Qur’an Bil Qur’an ketika menjelaskan surah Ar Ra’du ayat 8 berkata:
 “Adapun waktu maksimal kehamilan itu, maka tidak ada batasannya di dalam Al Quran dan as Sunnah, para ulama pun juga berbeda pendapat dalam masalah ini, masing-masing dari mereka berpendapat sesuai dengan apa yang tampak dari keadaaan wanita pada zaman mereka.

Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa waktu maksimal kehamilan itu adalah 4 tahun, dan ini adalah salah satu riwayat pendapat yang masyhur dari Imam Malik, sedangkan riwayat masyhur yang lainnya dari Imam Malik adalah 5 tahun.

Imam Abu Hanifah berpendapat 2 tahun, ini riwayat dari Ahmad, serta ini madzhabnya ats Tsauri dan ini adalah perkataan Ummul Mukminin Aisyah ra. Pendapat al Laits 3 tahun, pendapat az Zuhri 6 tahun dan 7 tahun dan pendapat Muhammad bin Al Hakam tidak lebih dari 1 tahun dan pendapat Dawud azh Zhahiri adalah 9 bulan.”

Ibnu Rusyd (w. 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid berkata:
“Masalah ini dikembalikan kepada adat kebiasaan dan pengalaman, pendapat Ibnu Abdil Hakam (1 tahun) dan azh Zhahiriyah (9 bulan) lebih dekat kepada kebiasaan (yang dialami wanita hamil). Dan wajib berhukum berdasarkan apa yang menjadi kebiasaan, bukan dengan yang jarang terjadi, bisa jadi yang jarang terjadi itu menjadi sesuatu yang mustahil”.

Ibnu ‘Abdil Barr (w. 463 H) dalam Al Istidzkar juga berkata:
“Masalah ini tidak ada dasarnya kecuali dengan jalan ijtihad dan ini dikembalikan kepada apa yang sudah menjadi kebiasaan para wanita”.

Karena tidak ada disebutkan batasannya di dalam Al Quran dan Al Hadits, maka masalah ini dikembalikan kepada ‘urf atau adat kebiasaan lamanya wanita mengandung pada masa sekarang, yaitu 9 bulan kurang sedikit atau lebih sedikit.

Mungkin dalam konteks masalah ini kaidah yang berbunyi: “al ‘aadatu muhakkamah” (adat kebiasaan itu bisa dijadikan dasar hukum) dan salah satu cabangnya: “isti’maalun naas hujjatun yajibul ‘amalu biha” (yang sering digunakan oleh manusia itu adalah hujjah wajib beramal dengannya) bisa dijadikan sebagai hujjah atau dalil.

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar